Era Orde Baru (1966-1998), meskipun membawa pembangunan, menyimpan Sisi Gelap Orde Baru. Rezim ini dikenal dengan pelanggaran HAM dan penindasan politik yang sistematis. Stabilitas yang dijanjikan seringkali dicapai dengan harga mahal. Kebebasan berpendapat dan hak-hak dasar warga negara banyak yang dikekang oleh negara.
Setelah peristiwa G30S/PKI, terjadi pembersihan besar-besaran. Ribuan orang yang dituduh terlibat atau simpatisan PKI ditangkap, dipenjara, bahkan dibunuh. Tanpa proses pengadilan yang adil. Ini menjadi awal dari serangkaian pelanggaran HAM yang panjang. Trauma kolektif ini membekas dalam sejarah bangsa.
Penahanan tanpa batas waktu menjadi praktik umum. Para tapol (tahanan politik) mendekam di penjara-penjara seperti Pulau Buru. Mereka dipaksa kerja tanpa upah, mengalami penyiksaan. Akses keluarga dan bantuan hukum sangat dibatasi. Kehidupan mereka nyaris tak punya harapan.
Sisi Gelap Orde Baru juga terlihat dari pembatasan kebebasan pers. Media massa diawasi ketat, kritik dibungkam. Surat Izin Usaha Penerbitan Pers (SIUPP) menjadi alat kontrol. Banyak media yang dibredel jika dianggap terlalu kritis. Informasi yang sampai ke masyarakat disaring ketat oleh pemerintah.
Partai politik juga dikekang ruang geraknya. Hanya tiga partai yang diizinkan beroperasi: Golkar, PPP, dan PDI. Pemilu selalu dimenangkan oleh Golkar dengan persentase sangat tinggi. Oposisi politik dibuat tidak berdaya. Sistem ini memastikan tidak ada penantang serius bagi kekuasaan.
Kontrol terhadap organisasi masyarakat juga intens. Semua organisasi harus berdasarkan Pancasila sebagai asas tunggal. Aktivis mahasiswa dan buruh yang vokal seringkali diintimidasi. Sisi Gelap Orde Baru menunjukkan betapa kuatnya cengkeraman pemerintah terhadap masyarakat.
Peristiwa Tanjung Priok 1984 adalah contoh lain. Protes masyarakat terhadap pemerintah berakhir dengan kekerasan. Puluhan warga sipil tewas ditembak aparat. Kasus ini menjadi simbol represi yang dilakukan negara. Kejahatan HAM ini tak pernah tuntas di meja hijau.
Tragedi Mei 1998, menjelang akhir Orde Baru, juga mengerikan. Kerusuhan massal disertai penjarahan dan kekerasan seksual. Banyak korban berjatuhan, terutama etnis Tionghoa. Ini adalah puncak akumulasi frustrasi dan ketidakadilan yang terjadi. Pemerintah gagal melindungi warga negaranya.